Puisi I
ومتى أشكو جراحا بالحشى * زيد بالشكوى إليها الجرح كيّ
Setiap aku mengeluhkan luka dalam diriku, justru membuat luka itu semakin menganga.
عين حسادي عليها لي كوت * لا تعداها أليم الكي كيّ
Pandangan sinis para penghasut begitu tajam menghujamku lantaran aku mencintainya.
Namun pandangan sinis itu tidaklah lebih menghujam dari pada sakit ini.
عجبا في الحرب أدعى باسلا * ولها مستبسلا في الحب كي
Aku heran, dalam peperangan aku begitu berani menunjukkan taring.
Sedang dalam cinta betapa diriku sangat pengecut meringkuk ketakutan.
هل سمعتم أو رأيتم أسدا * صاده لحظ مهاة أو ظبي
Tahukah kamu bahwa harimau menjadi ketakutan ketika diburu oleh sapi atau kijang kecil?!
Puisi II
زدني بفرط الحب فيك تحيرا * وارحم حشى بلظى هواك تسعرا
Jadikan aku semakin mabuk dalam mencintaimu.
Hilangkan pula kekalutan yang mendera diriku dengan sentuhan cintamu.
وإذا سألتك أن أراك حقيقة * فاسمح ولا تجعل جوابي لن ترا
Kala aku ingin benar-benar melihatmu, maka tolong maklumi.
Jangan lantas kau jawab “kau tak akan bisa melihatku”.
يا قلب أنت وعدتني في حبهم * صبرا فحاذر أن تضيق وتضجرا
O, hatiku kau telah janjikan kepadaku sebuah kesabaran dalam mencinta.
Maka jangan kau buat bosan dan jenuh (untuk mencinta).
إن الغرام لَهُو الحياة فمت به * صبا و حقك أن تموت و تعذرا
Cinta adalah kehidupan, yang akan kau bawa mati.
Kau pasti akan mati tapi sekaligus akan diampuni.
Ibn Al-Faridh bernama lengkap Umar bin Ali bin Mursyid bin Ali al-Hamawi. Ia merupakan salah seorang penyair sufi asal Mesir yang berjuluk “Raja Para Pecinta”. Gelar demikian agaknya tidak berlebihan diberikan kepada Ibn Al-Faridh jika melihat syair-syair gubahanya yang memang lebih banyak bernuansa cinta.
Beberapa syair terjemahkan di atas hanya segelintir diantara syair-syair Ibnu Al-Faridh yang begitu meruah dan telah dibukukan dalam sebuah antologi berjudul Diwan Ibn Al-Farid. Beberapa bait syairdi atas dinyanyikan oleh penyanyi Palestina, Rim Bana.
Syair-syair Ibn Al-Faridh dalam antologi Diwan Ibn Al-Farid itulah yang kemudian saya kutip beberapa bait untuk selanjutnya saya Terjemahkan. Dalam menerjamahkan beberapa syair Ibnu Al-Faridh ini, saya tidak serta merta menerjamahkannya begitu saja secara bebas. Akan tetapi, mengacu pada karya Badr Ad-Din Al-Hasan bin Muhammad Al-Burini dan Abdul Ghani bin Isma’il An-Nabulisi, dua Syarih (komentator) karya Ibn Al-Faridh yang bisa dianggap paling otoritatif.