Sebagai penyair yang tumbuh di lingkungan konflik, puisi Ahmad Mathar tidak lepas dari tema-tema politik dan nasionalisme. Mathar terkenal sebagai penyair yang tajam dalam berpuisi. Bahasa puisinya tegas dan pedas saat mengkritik barat. Lingkungan sekitar mendorongnya untuk setia pada tema nasionalisme dan perlawanan. Puisi-puisinya tak mampu menyembunyikan rasa nasionalisme dan kebanggaan pada identitas kearaban. Jika kita masukkan kata Ahmad Mathar (أحمد مطر) dalam mesin pencarian google, maka sederet puisi bertemakan politik dan perlawanan akan muncul di layar.
Puisi Ahmad Mathar memang seringkali mencuri perhatian khalayak karena kata-katanya yang lugas dan berani. Bahkan Mathar tak segan memaki Barat dengan sebutan anjing berkali-kali, dan tak malu mengungkapkan penderitaan kaumnya dan kerinduan mereka akan sepotong roti empuk.
أمريكا تطلق الكلب علينا
و بها من كلبها نستنجد
أمريكا تطلق النار لتنجينا من الكلب
فينجو كلبها… لكننا نستشهد
أمريكا تبعد الكلب…
! و لكن بدلا منه علينا تقعدAmerika melemparkan anjing kepada kami
Lalu membuat kami memohon untuk menyingkirkan anjing itu.
Amerika menembakkan peluru berdalih menyelamatkan kami dari anjing itu
Si anjing selamat… kami yang mati syahid..
Amerika membuang anjing itu…
Imbalannya kami harus tunduk!
Potongan puisi tersebut berjudul Al Hashad (الحصاد) yang berarti “panen”. Masa panen yang dinantikan oleh penduduk desa, masa panen yang ramai dengan pasar rakyat, masa panen yang penuh dengan riuh senandung kebahagiaan, terpaksa harus dihiasi dengan jerit tangis anak-anak yang kehilangan taman bermainnya dan air mata para janda yang kehilangan suami dan anak-anaknya akibat tertembak senapan tentara sekutu.
Tidak berhenti di situ saja, Mathar kembali mengeksplorasi sisi penderitaan rakyat Irak akibat kolonialisme. Dalam puisinya yang lain Mathar menyebutkan kerinduan rakyatnya akan kemerdekaan dan kesejahteraan, kerinduan pada kampung halaman yang damai dan sarat tradisi. Seperti dalam puisi Mafqudat di bawah ini.
Setelah satu tahun berlalu, dia datang lagi mengunjungi kami
Sekali lagi di berkata:
“Apa keluhan kalian? katakan dengan jujur dan lantang
Dan jangan takut pada siapapun”
Masa itu telah berlalu.
Tak ada yang mau mengadu!
Kini giliranku bicara:
Di mana roti dan susu itu?
Di mana ketentraman rumah itu?
Di mana lapangan pekerjaan itu?
Di mana orang
Yang memenuhi kebutuhan obat-obatan bagi fakir miskin yang cuma-cuma itu?
Maaf, Tuan
.. di mana temanku, Hasan?!
pengen terjemah sair ahamd mathaar yang ini شعر – احمد مطر
الختـان :
ألبَسـوني بُرْدَةً شَفّافـَةً
يَومَ الخِتانْ .
ثُمّ كانْ
بَـدْءُ تاريـخِ الهَـوانْ !
شَفّـتِ البُردةُ عَـنْ سِـرّي،
وفي بِضْـعِ ثَوانْ
ذَبَحـوا سِـرّي
وسـالَ الدّمُ في حِجْـري
فَقـامَ الصَّـوتُ مِـن كُلِّ مَكانْ
أَلفَ مَبروكٍ
.. وعُقبى لِلّسـانْ !
احمد مطر.
sila kirim tulisan ke redaksi@sastraarab.com
Boleh tau puisi الحصادversi lengkapnya min ?